Praktik Magang Unpaid: Apakah berpotensi menimbulkan eksploitasi pekerja generasi muda dan perbudakan modern?
Penulis :Okta Nurul Illahi
Saat ini berita perekrutan peserta magang berseliweran pada beranda sosial media para fresh graduate, dimulai dari program magang yang dibayar (paid internship) maupun yang tidak dibayar (unpaid internship). Para fresh graduate inipun berlomba-lomba mendapakan kesempatan internship program tersebut. Mengingat bahwa peserta magang juga dikategorikan sebagai pekerja, bagaimana hukum Indonesia memandang praktik pemagangan unpaid internship (tanpa pemberian uang saku) ini?
Program Magang merupakan topik yang sering mejadi. perhatian dewasa ini, terutama bagi kalangan generasi muda. Bagi pelajar yang sedang menempuh pendidikan di bangku SMA ataupun mahasiswa di bangku perkuliahan hingga fresh graduate (istilah untuk mahasiswa yang baru lulus kuliah) saat ini berlomba-lomba mengikuti program magang. Bagi peserta magang, tujuan program magang sendiri untuk mengasah dan melatih kemampuan serta kompetensi dalam bentuk praktik kerja sesuai bidang keahlian. Hal ini dapat membuat generasi muda yang belum memiliki pengalaman kerja menjadi lebih siap jika nantinya dihadapkan pada dunia kerja yang sesungguhnya.
Manfaat program magang ini. tentunya tidak. hanya dirasakan oleh para peserta magang, namun juga dirasakan manfaatnya oleh pihak perusahaan. Manfaat yang dirasakan diantaranya mendapatkan ide baru, menghemat pengeluaran perusahaan, masa probation gratis, memiliki sudut pandang baru, peningkatan produktifitas hingga dapat meningkatkan citra perusahaan. Oleh sebab itu banyak dari perusahaan swasta maupun instansi pemerintahan membuka lowongan magang baik sifatnya berbayar (paid internship) maupun yang tidak berbayar (unpaid internship).
Bagaimana hukum Indonesia memandang praktik pemagangan unpaid internship (tanpa pemberian uang saku)
UU Ketenagakerjaan dibuat alasannya agar memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada tenaga kerja agar hal-hal seperti diskriminasi dalam lingkungan kerja tidak dapat terjadi. Hukum Ketenagakerjaan juga bertujuan mempertahankan hak dan kewajiban antara dua pihak yakni pihak pemberi kerja (biasanya perusahaan) dengan pihak penerima kerja (peseta megang) demi terwujudnya kesejahteraan bersama dalam kalangan masyarakat suatu negara. Hal ini sesuai dengan tujuan Pasal 28A UUD 1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Karena itu merupakan amanat konstitusi, maka setiap warga negara berhak melakukan pengembangan diri dalam bidang ketenagakerjaan, misalnya ikut serta dalam penyelenggaraan pelatihan kerja, yang mana pemagangan merupakan bagian subsistem dari pelatihan kerja.
Pemagangan adalah proses pembelajaran di mana seseorang memperoleh dan menguasai sebuah keterampilan tanpa dan atau dengan petunjuk orang yang sudah cakap dalam pekerjaan tersebut. Sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 10 ayat (1) Permenaker No. 6 Tahun 2020, bahwa penyelenggaraan pemagangan dilaksanakan atas dasar Perjanjian Pemagangan, yang mana menurut Pasal 10 ayat (2) Permenaker No. 6 Tahun 2020 nya, Perjanjian Pemagangan tersebut harus memuat:
a. Hak dan kewajiban peserta Pemagangan;
b. Hak dan kewajiban Penyelenggaran Pemagangan;
c. Program Pemagangan;
d. Jangka waktu Pemagangan; dan
e. Besaran uang saku.
Sebagaimana telah tertulis jelas pada Permenaker No. 6 Tahun 2020 Pasal 13 ayat (1) huruf d, peserta pemagangan mempunyai hak untuk memperoleh uang saku, di mana hal ini juga dimuat dalam Penjelasan UU Ketenagakerjaan Pasal 22 ayat (2). Besaran uang saku kemudian menjadi salah satu muatan yang esensial dalam perjanjian pemagangan sebagaimana diatur dalam Permenaker No. 6 Tahun 2020 dan Permenakertrans No. 8 Tahun 2008. Dalam Permenaker No. 6 Pasal 13 ayat (2) Tahun 2020, dijelaskan bahwa uang saku meliputi biaya transportasi, uang makan, dan insentif peserta pemagangan.
Sayangnya, hingga saat ini masih banyak perusahaan baik swasta maupun instansi pemerintahan yang kurang menaati ketentuan pemagangan dengan membuka program unpaid internship . Yang dimana telah melanggar Hak peserta magang yaitu memperoleh uang saku. Dari praktik yang dilakukan oleh banyak perusahan “nakal” dengan mengurangi hak dan kewajiban peserta pemagangan, terutama mengenai pemberian uang saku, berakibat munculnya anggapan bahwa ini merupakan bentuk. eksploitasi tenaga. kerja, bahkan bisa dibilang model. perbudakan modern.
Kita juga tidak menutup mata, acapkali pemagangan untuk kepentingan akademik seperti pemenuhan kurikulum, atau sebagai prasyarat suatu profesi tertentu pun tak luput dari eksploitasi. Bahkan dalam beberapa kasus, peserta megang ini diharuskan membayar karena dianggap sebagai bagian dari pendidikan. Karena itulah, KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) bahkan sampai mengusulkan agar praktik pemagangan dihapuskan saja demi melindungi generasi muda dari eksploitasi dan “perbudakan modern”.
Referensi :
Candrawardhan Shirley. 2022. “Simak Tujuan Magang Bagi Perusahaan dan Mahasiswa yang Bisa Didapatkan” dalam https://www.kitalulus.com/bisnis/tujuan-magang-bagi-perusahaan diakses pada 9 Maaret 2023.
Soepomo Imam. 1982. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan, hlm. 2.
Prabu Mangkunegara Anwar. 2015. Sumber Daya Manusia Perusahaan. Cetakan Kedua Belas. Bandung: Remaja Rosdakarya. hlm. 77.
Cahyono S, Kahar.2019. “Bentuk-Bentuk Pemagangan di Indonesia”.
https://www.koranperdjoeangan.com/bentuk-bentuk-pemagangan-di-indonesia/. diakses pada 9
Maret 2023.
Peraturan Perundang-undangan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28A
Permenaker No. 6 Tahun 2020:
Pasal 10 ayat 1 dan 2
Pasal 13 ayat 2
Pasal 22 ayat (2)