Peran Perempuan Dalam Kemajuan Rwanda

Diplomacy Studies UPNVY
3 min readSep 16, 2023

--

Penulis : Dini Tamara

Rwanda adalah salah satu negara kecil yang terletak di Benua Afrika dengan dominasi

masyarakat suku Hutu sejumlah 85%, suku Tutsi sejumlah 14%, dan suku Twa sejumlah 1%. Rwanda adalah salah satu negara maju yang memiliki sistem sanitasi yang baik. Hal ini membuat Rwanda disamakan dengan negara Singapura karena keduanya adalah negara yang kecil namun pertumbuhan ekonominya yang tinggi. Berkembangnya negara Rwanda ini tidak lepas dari campur tangan pemimpin negara mereka yang masih menjabat hingga saat ini yaitu Paul Kagame.

Sebelum menjabat sebagai presiden Rwanda, Paul Kagame adalah pemimpin FPR (Front Patriotique Rwandais) yaitu organisasi militer kelompok Tutsi yang berhasil menghentikan genosida Rwanda di tahun 1994. Genosida di Rwanda disebabkan karena niatan Presiden Rwanda pada saat itu yaitu Juvenal Habyarimana yang berasal dari suku Hutu ingin menyatukan etnis Hutu (mayoritas) dan Tutsi (minoritas). Beliau ingin anggota kabinet di kementerian Rwanda diisi oleh orang-orang beretnis Tutsi dan Twa karena Habyarimana menganggap hal ini adalah sesuatu yang adil bagi semua pihak. Namun, nyatanya tindakan ini ditentang oleh kelompok militan suku Hutu di Rwanda. Puncaknya, ketika 6 April 1994, Habyarimana ditembak mati di pesawat yang membuat suku Hutu menyerang etnis Tutsi. Pembantaian ke etnis Tutsi juga dikarenakan pengaruh petinggi Hutu seperti Theoneste Bagosora yang merupakan tokoh senior di Kementerian Pertahanan Rwanda yang mendesak masyarakat untuk menyingkirkan Tutsi. Bahkan, para suami yang memiliki istri bersuku Tutsi diperintahkan untuk membunuh istrinya. Hal ini menyebabkan perempuan-perempuan Tutsi menjadi target kekerasan di Rwanda Dampak genosida Rwanda ini menelan korban jiwa hingga 800 ribu orang dan sebagian besar adalah masyarakat suku Tutsi.

Peristiwa genosida Rwanda ini kemudian menjadikan Paul Kagame sebagai presiden transisi dan membuat nama beliau dikenal hingga berhasil memenangkan pemilu di Rwanda pada tahun 2003. Dibawah kepemimpinan Paul Kagame, Rwanda mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat dan eksistensi perempuan di dunia politik Rwanda sangat terlihat. Eksistensi perempuan sangat tinggi di parlemen karena efek genosida Rwanda yang menyisakan populasi perempuan yang lebih banyak daripada laki-laki sekitar 70% populasi perempuan yang bertahan hidup dan menjadi agen perubahan di Rwanda. Anggota parlemen perempuan Rwanda yang berjumlah lebih dari 60% di parlemen saat ini juga berhasil membuat terobosan baru yang progresif dan inovatif dengan merancang RUU tentang kekerasan berbasis gender.

Selain itu, eksistensi dan peran perempuan di Rwanda terdapat di dalam seluruh lini kehidupan, perempuan hadir dalam membantu menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Rwanda. Setelah peristiwa genosida Rwanda, perempuan menjadi pihak yang penting dalam masyarakat karena berupaya dalam menangani masalah perempuan pasca-konflik atau permasalahan karena kurangnya pelayanan sosial yang seharusnya disediakan oleh negara. Di tingkat nasional, Kementerian Urusan Keluarga, Gender, dan Sosial Pemerintah Rwanda (MIGEPROFE) bertanggung jawab dalam mengkoordinasi upaya resolusi konflik terkait isu-isu perempuan atau keluarga. MIGEPROFE juga bertanggung jawab di permasalahan kedua gender dan pemberdayaan perempuan Rwanda. Di tingkat masyarakat, para perempuan Rwanda kompak membuat kelompok swadaya yang membantu janda atau pengungsi yang kekurangan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Salah satu bentuk pembangunan yang nyata adalah Program Women in Transition (WIT) yang didirikan oleh Kementerian Urusan Keluarga, Gender, dan Sosial Pemerintah Rwanda (MIGEPROFE).

Kemajuan Rwanda patut diacungi jempol karena mampu bangkit dari peristiwa genosida Rwanda dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup baik daripada negara-negara benua Afrika lainnya. Usaha perempuan yang kompak membantu kelompok masyarakat lainnya untuk bangkit dari genosida Rwanda juga cukup baik karena mampu bertahan hidup dan saling membantu perempuan dan masyarakat lain yang membutuhkan bantuan pasca-konflik genosida Rwanda. Perempuan Rwanda juga dinilai membantu memajukan negara Rwanda walaupun Rwanda hingga saat ini masih digolongkan sebagai negara miskin di dunia. Namun, kesempatan perempuan untuk mengembangkan diri dan menunjukkan kemampuannya di Rwanda menjadi contoh negara-negara yang tinggi akan pemikiran patriarkinya.

Daftar Pustaka

Adryamarthanino, V. (2022, April 6). Genosida Rwanda: Penyebab, Kronologi, Penyelesaian, dan Dampak Halaman all. Kompas.com. https://www.kompas.com/stori/read/2022/04/06/120000479/genosida-rwanda-penyeb ab-kronologi-penyelesaian-dan-dampak?page=all

Diallo, M. (2019, April 26). 25 Tahun Pasca Genosida di Rwanda, Peran Perempuan dalam Politik. VOA Indonesia. https://www.voaindonesia.com/a/tahun-pasca-genosida-di-rwanda-peran-perempuan-d alam-politik/4891823.html

Hamilton, H. B. (2000, January 10). Rwanda’s Women: The Key to Reconstruction — Rwanda. ReliefWeb. Retrieved March 17, 2023, from https://reliefweb.int/report/rwanda/rwandas-women-key-reconstruction

Powley, E. (2003). Strengthening Governance: The Role of Women in Rwanda’s Transition. Hunt Alternatives Fund.

Sepulang Sekolah. (2022, Juli 11). Home. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=zA43RVsWRfk&t=268s%5C

--

--

Diplomacy Studies UPNVY

Giving information and knowledge. L’art de la Negociation. Viva Diplomacy!