Paradiplomasi, Efektifkah untuk Membantu Kemajuan Daerah dan Negara?
Oleh : Azhar Bariq Danadyaksa
Paradiplomasi merupakan sebuah istilah yang baru muncul dalam kajian hubungan internasional. Istilah ini pertama kali digunakan pada tahun 1980-an oleh Panayotis Soldatos yang diambil dari kata Parallel Diplomacy . Istilah paradiplomasi menggambarkan kegiatan hubungan luar negeri yang dilakukan aktor non-negara, seperti pemerintah daerah (pemda), pengusaha, pemuka agama, akademisi sampai masyarakat umum. Praktik paradiplomasi baru mulai dikenal pada tahun 2000-an setelah para sarjana politik dan hubungan internasional mengategorikan paradiplomasi sebagai sub-disiplin baru dalam ilmu politik kontemporer.
Di Indonesia, paradiplomasi mulai banyak dipraktikkan setelah berakhirnya era otoriter Presiden Soeharto. Karena itu terdapat berbagai kebijakan yang mengatur kegiatan paradiplomasi ini diantaranya adalah UU Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tata Cara Kerja Sama Daerah Dengan Pemerintah Daerah Di Luar Negeri Dan Kerja Sama Daerah Dengan Lembaga Di Luar Negeri. Namun, karena bentuk negara Indonesia yang berupa kesatuan, praktik paradiplomasi tidak seleluasa seperti di negara federal pada umumnya.
Melalui paradiplomasi, negara bisa mendapatkan manfaat berupa perluasan lapangan pekerjaan, perluasan pasar lokal ke tingkat internasional, peningkatan investasi asing, solusi inovatif serta pengalaman internasional bagi daerah yang melakukan praktik paradiplomasi. Hal tersebut dapat berdampak pada peningkatan keamanan nasional melalui pengintegrasian ide-ide lokal ke dalam kebijakan luar negeri. Pengembangan daerah juga dapat terbantu melalui kerjasama internasional dengan daerah dari negara lainnya dalam bidang pariwisata, lingkungan atau ekonomi. Beberapa kota di Indonesia sudah mempraktikkan paradiplomasi, misalnya kerjasama Sister City antara kota Surabaya dan Kitakyushu dalam bidang lingkungan untuk mewujudkan Surabaya Green City.
Namun, paradiplomasi juga dapat mengganggu bahkan mengancam kepentingan negara. Dengan paradiplomasi pemerintah daerah dapat melakukan upaya-upaya mencapai kemerdekaan untuk wilayah atau daerahnya melalui pengakuan-pengakuan pemerintah lain di luar negeri, hal ini dituturkan oleh Nue Cornago. Paradiplomasi dijadikan alat untuk mendapat dukungan dari luar negeri oleh kelompok-kelompok etno-nasionalisme. Seperti yang pernah terjadi di Aceh dan Papua.
Paradiplomasi. sebagai bentuk pengembangan pemerintah daerah sangat diperlukan seiring dengan diterimanya paham diplomasi multijalur. Jika negara dapat dengan baik mengelola praktik paradiplomasi, maka hal itu akan menjadi potensi strategis untuk pengembangan dan pembangunan negara. Namun jika tidak dikelola dengan baik, dengan semakin kuatnya isu yang menekankan hak, kepentingan dan kemampuan suatu daerah untuk dapat melaksanakan hubungan luar negeri dalam bentuk, paradiplomasi dapat menjadi faktor kontra-produktif bagi kinerja diplomasi negara.
Daftar Pustaka
Mujiono, Dadang. (2022). Mengenal Paradiplomasi : Sejarah dan Implementainya di Indonesia. Diakses pada 25 April 2023 dari https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/07/21/16385771/mengenal-paradiplomasi-sejarah-dan-implementasinya-di-indonesia
Mansyur, Alia Rizka. (2021). Paradiplomasi Melalui Kerjasama Sistercity: Upaya Untuk Meningkatkan Potensi Industri Pariwisata di Kabupaten Sumenep. Jurnal Public Corner Fisip Universitas Wiraraja, 16(1), 1–17. https://www.ejournalwiraraja.com/index.php/FISIP/article/view/1166/1107
Damayanti, Christy. (2012). Potensi Paradiplomasi dalam Mendukung Kinerja Diplomasi Indonesia Menuju Komunitas ASEAN. Transformasi, 14(22), 1–9.
Mukti, Takdir Ali. (2020). Politik Paradiplomasi Pemerintah Republik Indonesia. Jurnal Majelis: Arah Kebijakan Politik Luar Negeri, Edisi 06, 1–4.
