Little Boy dan Lahirnya Sang Senjata Pemusnah Massal

Diplomacy Studies UPNVY
4 min readJul 22, 2022

Penulis : Dechika Anjeli Lubis

Little Boy merupakan sebutan yang memiliki perbedaan makna bagi orang awam yang mendengarkannya. Suatu nama yang sebenarnya menjadi penyebab luka dalam bagi jutaan orang pada masanya serta menjadi pengukir sejarah baru dalam hubungan internasional. Dialah Little Boy, sebutan untuk bom nuklir milik Amerika Serikat yang dijatuhkan di Kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Tiga hari kemudian oleh bom nuklir yang dijatuhkan di Kota Nagasaki tanggal 9 Agustus 1945 dengan nama Fat Man. Namun jelas Little Boy bukanlah nuklir pertama yang diledakan oleh Amerika Serikat, sebulan sebelum insiden tersebut Amerika Serikat telah melakukan penguji cobaan nuklir pada proyek Manhattan di Alamogordo, New Mexico pada 16 Juli 1945. Dampak yang disebabkan oleh ledakan tersebut tidaklah sepele, bahkan terkesan begitu mematikan. Luka dalam yang tertinggal yang dampaknya bahkan masih terasa hingga saat ini. Sebab atas insiden tersebut hampir 146.000 orang tewas dalam ledakan di kota Hiroshima, serta 80.000 orang tewas di kota Nagasaki. Tidak hanya sampai di situ, berbulan-bulan kemudian angka korban yang tewas pun meningkat karena diakibatkan oleh efek luka bakar, terpapar radiasi, cedera yang berkepanjangan serta meningkatnya angka gizi buruk pada kala itu.

Dahsyatnya dampak yang disebabkan oleh senjata Nuklir , menjadikan nuklir termasuk dalam kategori senjata pemusnah massal atau Weapon of Mass Destruction. Senjata yang dibuat atau dirancang dengan kekuatan yang begitu destruktif sehingga dapat membasmi kehidupan manusia dengan skala yang begitu besar dan pastilah keberadaannya begitu mengancam perdamaian dunia internasional. Atas insiden yang terjadi di Jepang pada puluhan tahun silam tersebut, banyak negara yang mulai memproduksi senjata nuklir milik mereka sendiri, sehingga semenjak kejadian tersebut keberadaan nuklir mulai diperhatikan dan menjadi sorotan oleh negara-negara lain. Misalnya saja Uni Soviet yang turut melakukan percobaan senjata nuklir pada 29 Agustus 1949. Diikuti oleh Inggris pada tanggal 2 Oktober 1952. Juga disusul Prancis yang melakukan uji coba pada 13 Februari 1960 dan Cina pada tanggal 16 Oktober 1964. Hingga saat ini tercatat sekitar sembilan negara yang memiliki senjata nuklir.

Kemunculannya sejak pertama kali pada ledakan di kedua kota tersebut, tidak hanya menjadi dinamika baru dalam hubungan internasional namun juga turut memotivasi negara — negara lain akan adanya “Dilema Keamanan” yang terjadi. Dilema Keamanan adalah suatu kondisi dimana tindakan yang dilakukan oleh suatu aktor untuk meningkatkan keamanannya dianggap sebagai tindakan agresif oleh aktor lain. Selain itu dengan adanya kepemilikan senjata nuklir ini juga menjadi simbol kekuasaan oleh aktor tersebut. Dengan demikian, negara tersebut dengan mudah untuk terlibat dengan urusan negara lain walau hanya sekedar memprovokasi semata, sehingga nuklir dianggap ‘bisa digunakan’ untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Keberadaan nuklir juga dianggap dapat menjaga kestabilan internasional karena hanya dianggap sebagai simbolis saja, sebab hal ini berkaca pada apa yang terjadi dengan Jepang di masa lalu.

Di balik motif-motif tersebut, jelas dampak yang akan terjadi tidak akan sebanding bila hanya berkaitan dengan kepentingan nasional saja karena ini melibatkan kehidupan banyak manusia. Misalnya saja tidak ada jaminan bahwa proliferasi nuklir tidak akan terjadi, dan hal ini tidak dapat terhindarkan sehingga menciptakan ketidakseimbangan yang kemudian dapat dieksploitasi oleh negara-negara agresif. Sebagaimana yang terjadi dengan Jepang dan peledakan Little Boy yang dimanfaatkan ketidakseimbangan militernya.

Dengan berbagai alasan dan dampak yang menyebabkan ketidakamanan dunia, maka sejumlah peraturan dan perjanjian sudah banyak dikeluarkan dan telah disepakati oleh negara-negara bersangkutan. Diantaranya terdapat Partial Test — Ban Treaty, The Threshold Test-Ban Treaty (TTBT), The Peaceful Nuclear Explosion Treaty (PNET), Comprehensive Test Ban Treaty (CTBT) yang dibuat dengan tujuan mencegah terjadinya uji coba maupun kepemilikan senjata nuklir oleh banyak negara.

Pencegahan yang dilakukan lewat perjanjian ini sebenarnya juga menafsirkan bahwasanya keberadaan nuklir tidak selamanya menjadi senjata pemusnah massal, sebab saat ini banyak digunakan dalam membantu pengobatan ataupun dalam dunia kedokteran. Namun tidak menutup kemungkinan bahwasanya senjata nuklir tetaplah menjadi senjata yang mematikan. Dalam permasalahan ini yang masih menjadi kekhawatiran terbesar adalah bagaimana bila senjata nuklir ini jatuh ke tangan rezim diktator atau bahkan organisasi kriminal yang tidak bertanggung jawab?

Referensi

Basri, T. H. (2014). SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SENJATA NUKLIR. Jurnal Seuneubok Lada, Vol 2 (1) 96–105.

Baylish, J., Smith, S., & Owens, P. (2020). The Globalization Of World Politics An Introduction To International Relations. Oxford University Press.

Freedman, & Lawrence, D. (2022, Maret 22). Nuclear Test-Ban Treaty | Definition,History, Significance, & Facts. Retrieved Juni 29, 2022, from Encyclopedia Britania: https://www.britannica.com/event/Nuclear-Test-Ban-Treaty

Heywod, A. (2011). Global Politics. London: Palgrave Macmillan.

Larres, K., & Wittlinger, R. (2020). Understanding Global Politics Actors and Themes in International Affairs. New York: Routledge.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Diplomacy Studies UPNVY
Diplomacy Studies UPNVY

Written by Diplomacy Studies UPNVY

Giving information and knowledge. L’art de la Negociation. Viva Diplomacy!

No responses yet

Write a response