LATAR BELAKANG PERJANJIAN LOCAL CURRENCY SETTLEMENT INDONESIA DENGAN MALYSIA DAN THAILAND
HARIS SAEFULLOH
Salah satu indikator kekuatan ekonomi negara-negara di dunia adalah kekuatan mata uangnya. Jika suatu mata uang dinilai stabil dan cukup tinggi kedudukanya dibandingkan dengan mata uang lainya, maka negara tersebut sudah mendapatkan kunci emas untuk menjadi negara dengan kekuatan ekonomi yang kuat di dunia. Ada berbagai seni untuk meningkatkan kekuatan mata uang suatu negara, mulai dari upaya untuk membuat kondisi politik negara tersebut tetap stabil, peningkatan komoditas ekspor, pengadaan perjanjian dagang antar negara, pengendalian edaran mata uang dalam negeri, dan masih banyak lagi.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan ekonomi terkuat di dunia juga mulai meningkatkan kapasitas mata uangnya. Salah satu langkah yang dilakukan Indonesia adalah mengadakan kerjasama Local Currency Settlement (LCS). LCS pertama kali diadakan oleh Indonesia pada 23 Desember 2016 melalui penandatanganan nota kesepakatan dengan Bank of Thailand (BoT) dan Bank Negara Malaysia (BNM).[1] Kemajuan ini mendorong pemerintah untuk menguatkan kerangka LCS pada 2 Januari 2018 bersama dengan BOT dan BNM. Penguatan tersebu termasuk perluasan underlying ke investasi langsung dari sebelumnya hanya untuk perdagangan, serta pelonggaran aturan transaksi seperti valas melalui pemberian relaksasi penyiapan dokumen transaksi. Perjanjian tersebut akhirnya mencapai proses penerapan setelah pemerintah Indoenesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No 22/12/PBI tahun 2020 tentang Penyelesaian Transaksi Bilateral Menggunakan Mata Uang Lokal (Local Currency Settlement) Melalui Bank. LCS menjadi kebijakan yang cukup baik untuk mengurangi ketergantungan dolar (dedolarisasi) pada transaksi perdagangan antar negara. Peraturan ini juga diikuti oleh kesuksesan Indonesia menjalin LCS dengan dua negara besar di Asia Timur yaitu Jepang dan Tiongkok beberapa bulan kemudian.
Dibalik kerjasama LCS yang sangat gencar digaungkan oleh Indonesia beberapa tahun terakhir, ada beberapa kemungkinan yang menjadi laar belakang adanya kerjasama ekonomi tersebut. Kemungkinan pertama adalah adanya kekhawatiran Indonesia terhadap kekuatan politik Amerika Serikat, apabila terus bergantung pada dollar. Contoh nyata adalah ketika Amerika Serikat memberlakukan sanksi embargo terhadap Iran pada Mei 2018.[2] Kondisi ini diperburuk karena AS mengancam untuk mengenakan sanksi kepada negara-negara anggota Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) apabila mereka mengadakan kerjasama ekonomi dengan Iran. Praktis, Iran terkucilkan dari perdagangan Internasional dan terpuruk ekonominya. Indonesia tentu tidak ingin mengalami hal yang menimpa Iran, apabila suatu saat berseberangan pendapat dengan Amerika Serikat. Langkah dedolarisasi dinilai sebagai salah satu strategi yang efektif untuk meningkatkan kekuatan politik suatu negara.
Tak hanya untuk meningkatkan kekuatan politik negara, Indonesia juga mampu memanfaatkan strategi dedolarisasi untuk mencari keuntungan ekonomi. Seperti yang kita kethaui, belakangan ini banyak sekali terjadi perang dagang antar kekuatan-kekuatan besar dunia. Contoh perang dagang terbaru adalah tetangga Indonesia yaitu Australia yang disinyalir tengah mengalami kondisi perang dagang dengan Cina. Australia dewasa ini sebenarnya terkenal dengan sekutu Cina, dimana banyak komoditi ekpsor andalan pemerintah Australia memiliki pangsa pasar lebih dari 50% ke Cina. Tak lupa pula dalam ingatan perang dagang Amerika Serikat dan Cina yang terjadi di awal tahun 2018 dimana Amerika Serikat mulai berulah dengan menaikan harga tarif impor komoditi-komoditi yang berasal dari negeri tirai bambu tersebut. Cina kemudian mersepon balik dengan langkah yang sama yaitu menaikan pajak-pajak perusahaan Amerika Serikat yang mendirikan pabrik di Cina
Perang dagang antara Jepang dan Korea Selatan yang terjadi pada tahun 2019 juga tak kalah besar dari perang dagang AS-Cina. Perang dagang yang dipicu sentimen sejarah tersebut di satu sisi merugikan pabrik-pabrik gawai Korea Selatan yang tidak bisa mengimpor bahan bakunya dari Jepang. Disisi lain perusahaan produsen bahan baku elektronik asal Jepang pun semakin susah mencari konsumen dan tentu kondisi ini merugikan. Dengan banyaknya peristiwa perang dagang yang terjadi, Indonesia memiliki banyak peluang untuk memanfaatkanya. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki banyak sumber alam berguna dan sangat dibutuhkan banyak produsen di dunia. Apabila Indonesia mampu mengelola dan memanfaatkan hal tersebut, maka bukan tidak mungkin untuk merebut pasar-pasar industri yang terkendala kebijakan ekspor-impor seperti perusahaan-perusahaan teknologi Korea Selatan.mungkin untuk merebut pasar-pasar industri yang terkendala kebijakan ekspor-impor seperti perusahaan-perusahaan teknologi Korea Selatan. Apabila LCS berjalan dengan lancar dan meningkatkan penggunaan mata uang Rupiah dalam transaksi antar negara, maka Indonesia akan semakin mendapatkan keuntungan dari adanya perang dagang antar kekuatan besar dunia.
Dari dua kemungkinan yang telah disampaikan diatas, dapat disimpulkan bahwa latar belakang Indonesia mengadakan kerjasama LCS dengan Thailand dan Malaysia adalah untuk mengurangi ketergantungan negara terhadap dollar Amerika Serikat. Penggunaan mata uang dolar Amerika Serikat, yang selanjutnya disebut dolarisasi, memang memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan dalam transaksi menggunakan dolar adalah rasa aman yang timbul karena mata uang tersebut cenderung stabil. Ini tentu akan menyelamatkan suatu negara apabila tengah terjebak dalam hiperinflansi ataupun untuk sekedar menghindari krisis mata uang. Namun begitu, muncul masalah yang lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh yaitu suatu negara akan kehilangan kekuatanya untuk menciptakan kebijakan moneter sedikit demi sedikit. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi kekuatan politik Indonesia.
Diharapkan, dengan adanyan kerjasama LCS antara Indonesia dan negara-negara target utama akan mendorong pelaku bisnis terkait untuk lebih sering menggunakan mata uang lokal daripada dollar Amerika Serikat. Apabila hal tersebut dapat tercapai, posisi politik Indonesia akan lebih kuat di panggung internasional. Indonesia tidak lagi perlu khawatir mengenai sanksi-sanki yang mungkin akan diterapkan Amerika Serikat apabila Indonesia melakukan hal-hal yang mungkin tidak mengenakan bagi Negeri Paman Sam tersebut. Tak hanya itu, Indonesia juga berharap dengan semakin terkenalnya LCS maka akan meningkatkan nilai tukar Rupiah di mata dunia. Dengan meningkatnya posisi Rupiah, maka perekonomian Indonesia juga akan semakin maju karena hal tersebut akan berdampak besar bagi kegiatan produksi dalam negeri.
[1] Adinda Ade Mustami. 2017. “Ini Daftar Bank yang Bisa Transaksi Bilateral” https://nasional.kontan.co.id/news/ini-daftar-bank-yang-bisa-transaksi-bilateral. Diunduh 31 Januari 2021.
[2] Rossi Handayani. 2017. “Apa yang Didapat AS dengan Mengembargo Iran?”. https://republika.co.id/berita/qhdg95320/apa-yang-didapat-amerika-serikat-dari-sanksi-embargo-iran. Diunduh 31 Januari 2021.