Kerjasama Sister City Sebagai Praktik Diplomasi Paralel
Penulis : Dandy Valentino

Perubahan dinamika hubungan internasional yang terkait dengan munculnya aktor-aktor baru telah mengganggu pemahaman tradisional tentang kedaulatan. Saat ini, negara tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya aktor dalam hubungan internasional, yang mengarah pada transformasi dinamika tersebut. Salah satu wujud dari perubahan tersebut adalah fenomena diplomasi paralel atau biasa dikenal dengan paradiplomasi.
Istilah paradiplomasi atau diplomasi paralel diperkenalkan pada tahun 1984 oleh Ivo Duchacek, profesor politik internasional di City University of New York, AS, sebagai singkatan dari “diplomasi paralel”. Profesor Ivo Duchacek mendefinisikannya sebagai aktivitas internasional langsung dari aktor lokal yang mendukung, melengkapi, memodifikasi dan mereproduksi diplomasi negara
Sister city merupakan salah satu bentuk kerjasama antara dua kota atau lebih yang dimana kota-kota tersebut biasanya memiliki perbedaan geografis, administratif, dan politik dengan tujuan untuk menjalin kerjasama dalam hubungan sosial antar masyarakat dan budaya. Bentuk kerjasama yang biasanya dilakukan dalam sister city adalah tentang tata kelola kota, pendidikan, lingkungan, perdagangan, dan pariwisata.
kerjasama sister city tidak hanya dapat dilaksanakan oleh kota-kota yang memiliki perbedaan saja, tetapi kemiripan karakteristik wilayah dan masalah-masalah yang dihadapi juga dapat menjadi alasan untuk kota-kota tersebut melakukan kerjasama. Namun kemiripan-kemiripan tersebut bukanlah landasan utama untuk kota-kota tersebut melakukan kerjasama, landasan utama kota-kota tersebut melakukan kerjasama adalah karena kota-kota tersebut saling membutuhkan dan melengkapi.
Aktivitas kerjasama sister city pertama kali muncul di Eropa pada tahun 1920 dimana kerjasama ini terjadi antara kota Keighley di Inggris dan kota Poix-du-nord di prancis. Namun, pada saat itu kerjasama ini tidak disebut sebagai sister city melainkan twin city atau kota kembar. Kerjasama sister city ini semakin banyak dilakukan seiring berkembangnya zaman dan juga dipicu dengan terjadinya globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan mengenai diplomasi.
Contoh kerjasama sister city yang terdapat peran Paradiplomasi adalah Kerjasama antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kyoto dimana kerjasama ini berawal dari hubungan pribadi kedua pemimpin yang terlibat dalam kerjasama ini. Banyaknya kesamaan pada kedua kota tersebut membuat kerjasama semakin mudah dan kuat, salah satu kesamaan antara kedua kota ini adalah sama-sama pernah menjadi Ibukota Negara. Tetapi perbedaan serta keunikan kedua kota tersebut pula yang menjadikan hubungan kerjasama antara kedua kota tersebut semakin kuat seperti dimana kedua kota tersebut memiliki budayanya masing-masing yang sangat unik.
Kerjasama yang terjadi antara Yogyakarta dan Kyoto meliputi beberapa bidang seperti Kebudayaan dan Kesenian, Pendidikan dan Teknologi Ilmu Pengetahuan, Peningkatan Pariwisata, Industri, dsb. Kerjasama yang terjadi antara Yogyakarta dan Kyoto telah berlangsung selama 3 dekade dan tentu telah menguntungkan kedua belah pihak.