DISKUSI : “KELUKUR GENTING VICTIM BLAMING”

Dalam diskusi ini sendiri berfokus pada tujuan untuk memperoleh berbagai wawasan dan mengetahui apa saja faktor yang menyebabkan pelecehan seksual dan victim blaming, menemukan solusi bagi para korban agar berani melaporkan tentang kasus pelecehan seksual yang dialaminya, dan menemukan cara yang harus dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah dalam mengatasi kasus victim blaming.
Pada Rabu, 10 Maret 2021 Cluster Humanitarian Diplomacy Studies UPN ”Veteran” Yogyakarta telah melaksanakan kegiatan diskusi online yang bertemakan tentang ‘Kelukur Genting Victim Blaming’. Diskusi ini dihadiri oleh seluruh anggota KSM Diplomacy Studies dan pemateri sendiri dipresentasikan oleh para peserta magang dari Cluster Humanitarian dengan saudara Hendrika sebagai moderator.

Dalam diskusi ini dapat diambil kesimpulan bahwa victim blaming merupakan hal yang didalam peristiwa tersebut menyalahkan korban dan dapat terjadi lingkungan kita di kehidupan sehari-hari. Kemudian, victim blaming hampir menjadi sebuah culture dimana hal ini masih banyak terjadi di Indonesia, ada kemungkinan bahwa dalam pelecehan seksual ada relevansinya dengan pakaian. Para korban pelecehan seksual mempunyai alasan kenapa banyak yang tidak melapor dikarenakan belum ada hukum yang pasti dalam menangani masalah ini. Hal itu disebabkan karena RUU PKS masih belum disahkan karena masih banyak pertentangan-pertentangan pendapat dari fraksi yang ada.
Kegiatan diskusi ini diawali dengan pembukaan, dimulai dengan penjelasan tentang judul diskusi ‘Kelukur Genting Victim Blaming’ sendiri yang bermaknakan victim blaming yang di ibaratkan seperti luka lecet yang terlalu lama dibiarkan dan menjadi genting untuk disembuhkan. Kemudian, pemaparan materi dimulai dengan penjelasan tentang kekerasan seksual, pelecehan seksual dan bentuk-bentuknya termasuk faktor-faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Pemaparan materi dilanjutkan dengan respon dan upaya pemerintah dalam menangani kasus pelecehan seksual, disebutkan upaya pemerintah dalam menangani kasus pelecehan seksual adalah dengan segera mengesahkan RUU PKS, merevisi UU ITE, dan membuat UU khusus perlindungan korban. Kemudian diskusi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan pemaparan pendapat yang dilakukan selama kurang lebih 1 setengah jam.

Salah satu pertanyaan yang menarik adalah ‘adakah relevansi pakaian yang dipakai perempuan dengan pelecehan seksual?’, kemudian dijawab oleh anggota KSM dengan “Tergantung mindset per individu. Pakaian bisa menjadi salah satu penyebab sexual harassment, sangat wajar bila laki-laki terangsang karena melihat perempuan berpakaian seksi. Tapi harus diperhatikan, apa yang akan dilakukan laki-laki itu terhadap apa yang dillihatnya. Jika dia diam dan keep it to himself, it’s okay. Tapi kalau sampai melakukan sexual harassment dan tanpa consent, berarti pakaian menjadi salah satu penyebab dari sexual harassment”. Kemudian sesi dilanjutkan kesimpulan, notulensi, kemudian diakhiri dengan penutup dan sesi foto bersama.