JUTAAN RAKYAT KOREA UTARA DI AMBANG KELAPARAN AKIBAT KRISIS PANGAN
Reysa Diva Reyhan
Krisis pangan Korea Utara pada saat ini bukan yang pertama kalinya muncul. Krisis pangan Korea Utara pernah terjadi pada tahun 1990-an dan menewaskan ratusan ribu orang. Saat ini terjadi kembali krisis pangan untuk kedua kalinya,hal ini ditandai dengan melambungnya sejumlah harga barang-barang kebutuhan pokok. Berdasarkan hasil laporan dari Food and Agriculture Organization of the United Nations ( FAO ),menyebutkan bahwa Korea Utara menghadapi kekurangan pamgan sekitar 860.000 ton pada tahun ini dan akan mengalami fase terparah pada bulan agustus 2021. Selain itu FAO menyebutkan bahwa Korea Utara diproyeksikan akan menghasilkan 5,6 juta ton biji-bijian. Jumlah itu kurang 1,1 ton dari jumlah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh penduduk Korea Utara. Pemimpin Korea Utara,Kim Jong Un, telah memperingatkan rakyatnya bahwa situasi pangan semakin tegang dan meminta kepada seluruh rakyatnya untuk bersiap dalam menghadapi situasi yang terburuk.
Berdasarkan laporan dari Daily NK, di ibu kota negara Pyongyang harga satu kilogram pisang kini dijual dengan harga 32 poundsterling atau sekitar Rp640.000,00 jika satu kilogram berisi setidaknya tujuh buah pisang,maka harga per buah yaitu sekitar 4,7 poundsterling atau setara dengan Rp91.000,00. Selain itu, harga satu kilogram jagung melambung tajam pada bulan Februari mencapai 3.137 won atau sekitar Rp40.000,00. Menurut hasil laporan CNN harga beras dan bahan bakar masih stabil. Akan tetapi,harga bahan pokok impor seperti gula,minyak,kedelai,dan tepung terigu ikut naik. Hal tersebut membuat rakyat merasa susah untuk memenuhi kebutuhan pangannya dan pada akhirnya banyak orang yang mengalami kelaparan.
Penyebab krisis pangan Korea Utara yaitu gagalnya sektor agrikultur untuk memenuhi rencana produksi gandum sebagai dampak kerusakan akibat topan dan banjir tahun lalu. Selain itu terdapat persoalan di sektor pertanian seperti sulitnya mendapatkan pupuk untuk meningkatkan hasil panen. Sulitnya mendapatkan pupuk terjadi karena pemerintah Korea Utara berusaha secara mandiri untuk menemukan sumber alternatif dari pupuk yang mudah didapatkan agar tidak impor dari negara lain. Akan tetapi,usaha yang dilakukan pemerintah Korea Utara belum berhasil menemukan sumber alternatif pupuk tersebut,sehingga harus impor dengan mitra dagangnya yaitu China. Akan tetapi hubungan antara kedua negara tersebut dalam sektor perdagangan harus berhenti karena pandemi Covid-19,hal tersebut mengakibatkan kurangnya pasokan pupuk untuk meningkatkan hasil panen rakyat Korea Utara dan hasil panen mengalami kemerosotan.
Faktor lain penyebab terjadinya krisis pangan yang mengakibatkan jutaan rakyat dilanda kelaparan yaitu perdagangan sangat dibatasi pasca pandemi Covid-19. Menurut data bea cukai China total ekspor China ke Korea Utara berkisar US$2.5 — US$3.5 miliar dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi,pada tahun lalu nilai ekspor China ke Korea Utara menurun menjadi kurang dari US$500 juta. Dengan kata lain total ekspor tersebut mengalami penurunan hingga 99%. Selain itu, aliran bantuan ke Korea Utara dari negara donor disinyalir tidak dapat mencukupi selama dekade terakhir. Bantuan pangan dari organisasi internasional juga mengalami kesulitan karena Korea Utara menerapkan pembatasan Covid-19 yang membuat penyaluran bantuan lebih sulit dibandingkan pada masa-masa normal.
Berasarkan hasil penelitian oleh Lina Yoon, peneliti Human Rights Watch, mengatakan bahwa dalam laporan terbaru dengan narasumber di Korea Utara bahwa hampir tidak ada pasokan pangan yang masuk di Korea Utara dari China selama hampir dua bulan karena perdagangan bilateral antara kedua negara tersebut berhenti. Hal tersebut menyebabkan banyak pengemis,sebagian orang meninggal akibat kelaparan terutama di wilayah perbatasan,tidak ada pasokan alat mandi seperti sabun,pasta gigi,dan baterai. Pengeluaran yang besar digunakan untuk menopang militer dan struktur keamanan menyisakan sedikit dana untuk kebutuhan pangan rakyat Korea Utara.
Krisis pangan yang terjadi di Korea Utara jika tidak segera ditangani akan membuat jutaan rakyat kelaparan. Oleh karena itu, pemerintah Korea Utara harus lebih sigap dan lebih memperhatikan nasib rakyatnya di situasi dimana negara lain juga berusaha untuk melawan Covid-19 dan mencari cara agar rakyatanya tetap hidup dengan sejahtera. Krisis pangan Korea Utara dapat di berhentikan dengan cara membuka kembali wilayah perbatasan-perbatasan Covid-19,lebih meningkatkan hubungan dalam sektor perdagangan dengan China ataupun dengan negara lain guna untuk memenuhi kebutuhan pasokan pangan rakyat terutama di wilayah perbatasan, dan Korea Utara harus mengubah cara mengatasi Covid-19 seperti melakukan perbatasan dengan percaya pada kemampuan untuk membasmi virus pada barang-barang yang masuk contohnya melakukan sterilisasi barang dan dengan protokol kesehatan yang ketat.
Referensi :
Bernal, Gabriela. (2021). North Korea food shortage turns into new Asia humanitarian crisis. Diakses dari https://asia.nikkei.com/Spotlight/N-Korea-at-crossroads/North-Korea-food-shortage-turns-into-new-Asia-humanitarian-crisis
pada 20 Juli 2021.
Cahyani,Dewi Rina. (2021). FAO Ingatkan Ancaman Kelaparan di Korea Utara. Diakses dari https://dunia.tempo.co/read/1481100/fao-ingatkan-ancaman-kelaparan-di-korea-utara pada 20 Juli 2021.
Goodman,Jack. (2021). Harga Jagung Tembus Rp40 Ribu Per Kg, Kenapa Korea Utara Mengalami Krisis Pangan Yang Hebat?. Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/dunia-57536651 pada 20 Juli 2021.
Yoon, Lina. (2021). Kim Jong Un Acknowledges Food Crisis in North Korea. Diakses dari https://www.hrw.org/news/2021/06/17/kim-jong-un-acknowledges-food-crisis-north-korea pada 20 Juli 2021.