Indonesia dalam Konflik Rusia dan Ukraina : Mendayung Diantara Dua Karang
Penulis : Iksan Maulana
Konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina merupakan global issue yang sangat penting dan telah menjadi perhatian utama semua negara di dunia selain dari ancaman pandemi Covid-19. Dalam dunia internasional, perang bukanlah hal yang tabu. Konflik yang terjadi di Ukraina dan Rusia menjadi penting karena invasi yang dilancarkan Rusia ke Ukraina menjadi sebuah ancaman akan terjadinya pecah Perang Dunia ke-III.
Mengingat dampak yang sangat buruk yang diakibatkan perang, maka perang antara Rusia dan Ukraina harus segera dicari jalan damai. Penulis berargumen bahwa konflik tidak bisa dibenarkan ketika diselesaikan dengan menggunakan mesin perang pencabut nyawa, dengan alasan apapun, mengingat masih banyak cara-cara diplomatik yang lebih baik dan dan manusiawi untuk dipilih sebagai penyelesaian konflik.
Dalam hal ini, Indonesia memiliki peran yang strategis untuk bisa berkontribusi dengan proses diplomatik dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi di kedua negara yang sedang berkonflik tersebut. Indonesia telah mencatatkan namanya sebagai bangsa yang mendorong berakhirnya perang melalui gerakan Non-blok dan juga politik luar negeri bebas aktif yang dianut Indonesia pada konflik Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Dalam kasus konflik yang terjadi sekarang maka Indonesia memiliki momentum dan kesempatan yang baik juga untuk mendorong perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Meskipun demikian, Indonesia hanya sebagai negara middle power. Sedangkan aktor yang terlibat adalah negara super power. Hal ini tidak dilihat sebagai sebuah hambatan melainkan tantangan. Sehingga Indonesia harus mampu memainkan perannya dengan baik untuk bisa mendayung diantara dua karang.
Seperti yang disampaikan oleh bung Hatta saat sidang Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) di Yogyakarta pada 2 September 1948 untuk merespons situasi politik internsional saat itu yang cenderung “bipolar” antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
“…Mestilah kita bangsa Indonesia, yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara kita, hanya harus memilih antara pro Rusia atau pro Amerika? Apakah tak ada pendirian yang lain harus kita ambil dalam mengejar cita-cita kita? Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita harus tetap menjadi subjek yang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia Merdeka seluruhnya. Perjuangan kita harus diperjuangkan di atas dasar semboyan kita yang lama: Percaya akan diri sendiri dan berjuang atas kesanggupan kita sendiri…”
Jika dirasakan memang sangat berat untuk Indonesia sebagai negara middle power, namun sekali lagi, Indonesia sudah memiliki momentum, yaitu Indonesia memainkan peran sebagai presidensi G-20 dan memanfaatkan prinsip bebas aktif dalam politik luar negerinya. Bebas aktif bukan bermakna netral, melainkan Indonesia merdeka secara politik dan merdeka dalam mengambil keputusan. Artinya setiap keputusan yang akan diambil Indonesia tidak atas tekanan dari negara manapun melainkan murni untuk kepentingan nasional. Inilah yang dimaknai sebagai politik bebas aktif, artinya bebas dalam bersikap ataupun menentukan sikap dan aktif dalam memelihara perdamaian dunia internasional. Sehingga dalam konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, Indonesia tidak memihak satu kubu dan dalam hal nya sebagai Presidensi G-20, Indonesia tidak sedang berada dibawah tekanan negara manapun dalam setiap keputusan yang diambil. Indonesia akan terus berkomunikasi dengan semua pihak dan mendorong agar penggunaan kekuatan dapat dihentikan sehingga semua pihak dapat menyelesaikan sengketa agar terciptanya perdamaian dunia terkhusus penyelesaian konflik Rusia dan Ukraina.