Biden-Trump: Permainan Perebutan Suara via Media Sosial

Diplomacy Studies UPNVY
3 min readAug 6, 2023

Oleh : Abyasa Bhanuaji

Tidak dapat dipungkiri bahwa Pemilihan Umum Presiden Amerika Serikat selalu menjadi topik pembicaraan yang hangat di kalangan global. Hal tersebut dikarenakan status Amerika sebagai negara adidaya sehingga hasil dari pemilihan umum tersebut dapat mempengaruhi berbagai aspek di dunia global. Pemilihan umum pada tahun 2020 menjadi salah satu pemilu yang paling banyak dibicarakan, baik antara masyarakat Amerika, maupun masyarakat Internasional. Joe Biden dan Donald Trump, kedua kandidat presiden Amerika Serikat pada pemilihan umum 2020 tersebut dihadapi oleh banyaknya tantangan nasional maupun internasional yang harus dibenahi. Mereka dihadapi oleh isu-isu genting seperti desakan normalisasi LGBT di negaranya, merebahnya kasus COVID-19, hingga rivalitas Amerika Serikat dengan Korea Utara yang menyebabkan kedua calon tersebut harus dapat memberikan pemikiran dan janji yang dapat memikat masyarakat Amerika Serikat untuk memilih masing-masing calon presiden pilihannya.

Pemilihan umum ini sejatinya menjadi topik pembicaraan di berbagai belahan dunia tak lain dikarenakan peran media sosial yang sangat besar. Pemberitaan-pemberitaan media mengenai pemilihan umum ini mendapatkan berbagai respons dari masyarakat internasional. Momentum tersebut kemudian dimanfaatkan oleh kedua calon President of The United States (POTUS) untuk berkampanye secara masif di media sosial. Tren berkampanye melalui media sosial pada dasarnya telah dilakukan sejak dahulu, terbukti melalui Trump yang berhasil mendapatkan suara pada pemilu 2016 melalui kampanyenya di media sosial. Akan tetapi, hasil kampanye melalui media sosial pada pemilu Amerika Serikat tahun 2020 justru menimbulkan hasil yang sama sekali tidak diekspektasikan oleh Trump.

Pada pemilu 2020, kampanye Trump justru cenderung kontroversial dan memicu banyak respon amarah dari masyarakat. Trump banyak menyuarakan opininya mengenai COVID-19 dengan mengatakan bahwa COVID-19 merupakan alat untuk melemahkan Amerika Serikat di kancah internasional. Trump juga melakukan banyak kampanye ‘penyerangan’ pada rivalnya, Joe Biden, serta kandidat wakil Biden, Kamala Harris. Joe Biden dijuluki oleh Trump sebagai Sleepy Joe, dan juga menyerang Kamala Harris secara blak-blakan. Reputasi Trump semakin memburuk ketika ia terus-terusan menyerang komunitas-komunitas di Amerika yang aktif di media sosial seperti komunitas People of Color, LGBT, serta komunitas-komunitas lain yang merasa sangat dirugikan akibat penyerangan tersebut. Tak tanggung, Trump bahkan blak-blakan mengenai dukungannya

terhadap supremasi kulit putih yang sangat-sangat melukai etnis-etnis lain yang merupakan warga negara Amerika Serikat.

Di sisi lain, Biden menanggapi dengan cermat keseluruhan kekacauan yang dibuat oleh Trump di media sosial. Biden banyak memberikan dukungan kembali terhadap komunitas-komunitas yang telah dihina oleh Trump, dan memberikan rasa kepercayaan bagi keberlangsungan komunitas tersebut serta berjanji akan membenahi permasalahan-permasalahan di Amerika Serikat, termasuk permasalahan supremasi kulit putih. Selain itu, Biden juga banyak mengkritik Presiden Amerika Serikat periode tersebut yang sekaligus merupakan rivalnya, Trump, mengenai kebijakan dan aksi yang dilakukan Trump dalam menangani COVID-19. Trump cenderung hanya berfokus pada bagaimana agar ekonomi Amerika tidak hancur dan Amerika Serikat tetap terlihat kuat di mata masyarakat Internasional. Sementara itu, Biden percaya bahwa penanganan pandemi yang baik dan memfasilitasi kebutuhan kesehatan masyarakatlah yang menjadi kunci kebangkitan kembali Amerika Serikat pasca meledaknya angka COVID-19 di pertengahan tahun.

Melalui perbedaan yang sangat signifikan tersebut, Biden memenangkan permainan perebutan suara dan berhasil menjadi Presiden Amerika Serikat ke-46. Trump pada awalnya tidak menyetujui hal tersebut, dan mengatakan bahwa pemilu Amerika Serikat tahun 2020 merupakan pemilu dengan tingkat kecurangan yang tinggi. Akibatnya, banyak berita hoaks yang beredar di masyarakat yang bersumber dari cuitan Trump melalui aplikasi Twitter dan aplikasi media sosial lainnya yang menyebabkan banyak perusahaan aplikasi tersebut harus menangguhkan akun Donald Trump.

DAFTAR PUSTAKA

CNN INDONESIA. (2021). Jejak Cuitan Kontroversial Donald Trump di Twitter. CNN Indonesia. Diakses pada 16 Oktober, 2022 dari https://www.cnnindonesia.com/internasional/20210109111959-134- 591474/jejak-cuitan-kontroversial-donald-trump-di-twitter

Fujiwara, T., Muller, K., & Schwarz, C. (2022). The Effect of Social Media on Elections: Evidence from the United States.Diakses pada 15 Oktober, 2022

dari https://www.princeton.edu/~fujiwara/papers/SocialMediaAndElections. pdf

Noor, J., & Kusumaningtyas, A. P. (2021, December 9). The Age of Fake

News: How fake news marred the 2020 U.S. Presidential Election : Center for Digital Society. Center for Digital Society. Diakses pada 15 Oktober, 2022 dari https://cfds.fisipol.ugm.ac.id/2021/12/09/the-age-of fake-news-how-fake-news-marred-the-2020-u-s-presidential-election/

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Diplomacy Studies UPNVY
Diplomacy Studies UPNVY

Written by Diplomacy Studies UPNVY

Giving information and knowledge. L’art de la Negociation. Viva Diplomacy!

No responses yet

Write a response